Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Abdul Karim Al-Khaththabi dan Amin Al-Husaini

Abdul Karim Al Khaththabi dan Amin Al Husaini

Abdul Karim Al-Khaththabi

Nama lengkapnya adalah Muhammad Abdul Karim Al-Khaththabi.

Lahir pada tahun 1882 M di wilayah Agdir dekat Husaimah di daerah pedalaman Maroko.

Abdul Karim Al-Khaththabi hafal Al-Quran. Dia disuruh oleh ayahnya untuk berangkat ke kota Fes untuk belajar kepada ulama yang ada di sana.

Dia pernah menjadi hakim di kota Malilah.

Ketika orang-orang Spanyol menjajah Maroko, ayahnya sangat menentang kedatangan mereka. Karena orang-orang Spanyol ingin membalas dendam terhadap ayahnya, mereka kemudian menangkap Abdul Karim Al Al-Khathabi.Pada tahun 1920 dia dipenjara di Kabalraza. Ketika dipenjara, dia berusaha untuk melarikan diri, tetapi dia jatuh dan betisnya patah dan kemudian dibebaskan.

Setelah kematian ayahnya, dia diangkat sebagai kepala suku asalnya yaitu Waryaghil. Dia berhasil menghimpun sebuah kekuatan yang berasal dari suku asalnya.

Pada tahun 1921,Abdul Karim Al-Khathabi berhasil mengalahkan Spanyol dalam pertempuran Anwal. Dalam pertempuran tersebut, pasukannya berhasil membunuh 24.000 tentara Spanyol yang dipimpin oleh Safster.

Dia berhasil menguasai wilayah-wilayah pedalaman, Imarah dan Musyfasyun di Maroko.

Abdul Karim Al-Khaththabi berperang untuk menguasai Tatwan yang di bawah kekuasaan Spanyol. Di samping itu, dia juga mengirimkan pasukan untuk menaklukkan Taza.

Jumlah pasukan Abdul Karim Al-Khathabi diperkirakan mencapai 100.000 prajurit.

Di Rif, dia mendirikan pemerintahan yang beribu kota Aghadir.

Pada tahun 1925, dia berhasil menaklukkan Perancis dalam sebuah pertempuran di Taza. 

Suatu saat pasukan Perancis menyebarkan sebuah isu, yangisinya mereka telah bekerja sama dengan Spanyol untuk menduduki kerajaan Marakisy. Berita bohong ini menyebabkan perpecahan di kalangan pasukan pimpinan Abdul Karim Al-Khaththabi. Berita itu juga menyebabkan para pengikut tarekat sufi seperti Al Katani dan Ad Darqawi bersekutu dengan para musuh. Pada tahun 1925, dia menyerah dengan terpaksa dan kemudian dipenjara. Setelah Abdul Karim Al-Khaththabi dipenjara, pasukan Perancis berjanji akan membebaskannya.Akan tetapi,pasukan Perancis tidak menepati janji tersebut. Mereka bahkan mengasingkan Abdul Karim Al-Khaththabi,saudara dan beberapa keluarganya ke pulau Renion di Samudera Hindia.

Dia dan beberapa kerabatnya menetap selama duapuluh satu tahun di pengasingan.

Pada tahun 1947, penjajah Perancis memindahkan mereka ke negara Perancis. Setelah Abdul Karim Al-Khaththabi dan teman-temannya sampai di Terusan Suez, para pemuda yang berasal dari Maroko berusaha untuk menurunkannya dari perahu agar dia dan kerabatnya tinggal di Kairo. Di antara orang-orang yang menginginkannya untuk turun dari perahu adalah syaikh Muhammad Farghali salah seorang pemimpin jama'ah Ikhwanul Muslimin.

Setelah itu, penjajah Perancis memindahkan Abdul Karim Al-Khaththabi dan keluarganya ke istana kerajaan agar mendapatkan penjagaan resmi.

Dia selalu mendatangi kantor pusat Ikhwanul Muslimin dan shalat di belakang Hasan Al Banna serta mengikuti ceramahnya.

Nama Abdul Karim Al-Khaththabi selalu menyebabkan rasa takut tersendiri di hati orang-orang Spanyol.

Dia berpendapat bahwa berjuang dengan mengangkat senjata adalah merupakan satu-satunya cara untuk membebaskan negara dari belenggu penjajah dan perbudakan. Masih menurut dia, selain cara itu adalah hanya omong kosong.

Doktor Jalal Yahya menulis sebuah buku tentang biografi Abdul Karim yang berjudul Abdul Karim Al-Khaththabi. 

Pada tahun 1963, Abdul Karim Al-Khaththabi meninggal dunia di Sikah wilayah Qalyubiyah,Kairo.


Amin Al-Husaini

Nama lengkapnya adalah Muhammad Amin Muhammad Thahir Mushthafa Al-Husaini.

Lahir pada tahun 1898 M di kota Quds.

Dia belajar di Quds, Al-Azhar dan sekolah Dar Ad-Da'wah wal Irsyad yang didirikan oleh Muhammad Rasyid Ridha di Mesir.

Setelah lulus dari pendidikannya, dia menjadi pasukan cadangan di Istambul. Dia kemudian bergabung dengan divisi 46 di Azmir. Setelah selesai pertempuran di sana, dia kembali ke Quds.

Pada tahun 1922, Amin Al-Husaini diangkat sebagai Mufti (ketua Lembaga Fatwa) Palestina menggantikan saudaranya Muhammad Kamil.

Di depan tim investigasi Inggris dia menyatakan bahwa orang-orang Yahudi pernah berusaha untuk menyuapnya dengan 500.000 poundsterling agar dia mau memberikan tanah yang bukan hak mereka yaitu tempat Baraq yang suci.

Dia adalah ketua Pengadilan Agama Pusat yang mengurusi masalah perwakafan dan Pengadilan Agama di Palestina.

Dia juga Ketua Lembaga Arab Pusat yang mengurusi masalah revolusi di negara-negara Arab dalam keadaan-keadaan yang sulit.

Setelah adanya perjanjian Balfour pada tahun 1917 M, dia adalah orang yang pertama kali mengingatkan akan bahaya yang ditimbulkan dari semakin bertambahnya banyaknya orang-orang Yahudi di Palestina.

Amin Al-Husaini melarang orang-orang yang ikut dalam perjanjian Balfour dan orang-orang Smith dari Inggris untuk memasuki Masjid Al-Aqsha.

Dia selalu aktif dalam beberapa kepanitiaan dan selalu menjadi utusan negaranya dalam setiap konferensi dan revolusi 

Pada tahun 1937, pemerintah Inggris berusaha untuk menangkapnya, tetapi dia berhasil melarikan diri ke Lebanon dan pemerintah Inggris menekan pemerintah Perancis agar mau menyerahkannya. Setelah itu, dengan cara diam-diam dia pergi ke Baghdad, Iran-setelah terjadinya revolusi Rasyid Al-Kailani - dan Jerman. Ketika sedang berkecamuk Perang Dunia ke II, Hitler sangat memuliakannya. Setelah pemerintah Inggris mengetahui demikian, mereka ingin menangkapnya karena dianggap sebagai penjahat perang, tetapi mereka mengurungkan niatnya. Amin Al-Husaini menetap beberapa saat di Perancis,kemudian pindah ke Mesir dengan menyamar. Kerajaan Saudi Arabia pernah memberikan kewarganegaraan kepadanya. Dia meninggalkan Mesir setelah terjadi revolusi dan dia kemudian menetap di Beirut.

Ketika berkecamuk perang di Palestina pada tahun 1948,dia membentuk pasukan yang diberi nama Pasukan Jihad Suci di bawah pimpinan saudaranya yang bernama Abdul Qadir.

Dia sering mengikuti beberapa pertemuan dan konferensi di Makkah dan lainnya.

Dia mempunyai catatan harian yang selalu dimuat oleh majalah Palestina.

Pada tahun 1974, dia meninggal dunia di Beirut setelah menjalani operasi dan jenazahnya dikuburkan di sana.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Kisah Abdul Karim Al-Khaththabi dan Amin Al-Husaini"