Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Abdul Qadir Audah dan Yusuf Thala'at

Abdul Qadir Audah dan Yusuf Thalaat

Abdul Qadir Audah

Nama lengkapnya adalah Abdul Qadir Ali Audah.

Dia adalah salah seorang ahli perundang-undangan dan hukum Islam di Mesir.

Abdul Qadir Audah adalah wakil ketua Pimpinan Ikhwanul Muslimin.

Pada tahun 1930 dia lulus dari Fakultas Hukum dan berhasil meraih ranking pertama.

Dia awalnya menduduki beberapa jabatan dalam kejaksaan.

Karena Abdul Qadir Audah ingin berkonsentrasi berjuang bersama Ikhwanul Muslimin, dia mengundurkan diri dari jabatannya. Kemudian dia menduduki kembali jabatannya dan tidak lama setelah itu, dia diangkat sebagai ketua di kantornya. Pada masa pemerintahan Presiden Muhammad Najib, dia ditunjuk sebagai anggota tim pembuat Undang-undang Dasar. Dalam tim tersebut, dia mempunyai sikap yang tegas dalam membela kebebasan. Di samping itu, dia juga berusaha untuk membuat Undang-undang berdasarkan Islam.

Pada tahun 1953, pemerintah Libya memberikan mandat kepadanya untuk membuat Undang-undang Dasar negara Libia. Dia dianggap sebagai orang yang sangat menguasai Hukum Islam dan perundang-undangan.

Pada tahun 1954, dia menyarankan Jamal Abdul Nasser untuk tidak membubarkan Ikhwanul Muslimin. Presiden Jamal Abdul Nasser bertanya kepadanya, “Berapa sebetulnya jumlah anggota Ikhwanul Muslimin? Satu juta...dua juta...tiga juta.... Saya tidak peduli dengan banyaknya jumlah mereka. Saya juga bersedia untuk berkorban tujuh juta, kalau memang jumlah mereka sebanyak itu.” Abdul Qadir Audah sangat tercengang dan berkata dengan nada memberontak,“Apa? Anda siap untuk membayar tujuh juta perindividu? Alangkah kayanya anda, wahai Jamal!" Kejadian ini menjadi pemicu bagi Jamal Abdul Naser untuk menyingkirkannya. 

Dia mendesak para jenderal dan beberapa menteri untuk mengangkat kembali Jenderal Muhammad Najib sebagai Presiden Mesir. Dia juga mengorganisir orang-orang untuk melakukan demonstrasi. Demonstrasi yang ia pimpin diikuti oleh ribuan orang yang jumlahnya belum pernah ada sebelumnya.

Suatu saat Kantor Urusan Bimbingan dan Pengarahan memintanya untuk mengadakan penelitian terhadap perjanjian antara Jamal Abdul Naser dan penjajah Inggris dari segi Undang-Undang dan terlepas dari sifat subyektif. Hasil dari penelitian tersebut diserahkan kepada pemerintah Mesir.Hasil penelitiannya membuktikan kepada para saksi bahwa perjanjian tersebut memberi hak kepada Inggris untuk mengakui pemerintahan Mesir dengan syarat Inggris tetap menjajahnya.Penelitian tersebut juga menemukan banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh penjajah dalam membela kepentingan mereka baik di negara Mesir ataupun di negara-negara yang lainnya.

Pada tanggal 28 Februari 1954, terjadi demonstrasi yang mendesak Muhammad Najib untuk menghapus kezhaliman, mengeluarkan para tahanan dan mengadili orang-orang yang dianggap salah. Muhammad Najib meminta bantuan Abdul Qadir Audah untuk menemui para demonstran. Abdul Qadir Audah di minta untuk menyampaikan kepada para demonstran bahwa semua permintaannya akan dikabulkan. Abdul Qadir Audah keluar untuk menemui para demonstran dan berdiri di teras Istana Abidin. Dalam pertemuan itu dia meminta para demonstran untuk membubarkan diri dengan jaminan bahwa semua permintaan mereka akan dikabulkan. Setelah mendapatkan jaminan, para demonstran akhirnya mau membubarkan diri. Hal ini menambah kemarahan para penguasa terhadapnya.

Di waktu sore hari, saat orang-orang melakukan demonstrasi di Istana Abidin, dia ditangkap dan ketika di penjara dia disiksa.

Pada tahun 1954, dia dituduh ikut dalam usaha pembunuhan Presiden Jamal Abdul Nasser. Kemudian dia dihukum mati di tiang gantungan. Ketika sedang menuju ke tiang gantungan dia berkata, "Bagi saya mati itu tidak penting. Kematian itu bisa terjadi di atas ranjang atau di medan pertempuran, dalam keadaan ditawan atau bebas. Saya pasti akan bertemu dengan Tuhanku." Dia menyapa kepada para hadirin, “Saya bersyukur karena Allah  telah memberikan kepada saya kesempatan untuk mati syahid. Darahku yang mengalir akan membanjiri revolusi dan akan menjadi malapetaka baginya."

Allah 3 mengabulkan do'anya. Darahnya menjadi malapetaka bagi orang-orang yang berbuat zhalim. Jamal Salim yang menjadi Ketua Pengadilan menderita penyakit syaraf. Saudaranya yang bernama Shalah Salim, kedua ginjalnya tidak berfungsi secara normal serta tidak bisa kencing dan akhirnya meninggal dunia karena keracunan. Hamzah Al-Basuni ditabrak oleh mobil pengangkut barang dan dagingnya berceceran di tanah. Ghanim ditemukan terbunuh di dalam perkebunan. Sul Yasin diserang dan digigit lehernya oleh onta miliknya sendiri sampai meninggal dunia. Masih banyak lagi orang-orang yang berbuat zhalim dan para pembantunya yang mendapatkan balasan setimpal.

Di antara karangan-karangannya adalah Al-Islamu wa Audha'una Asy-Syiasah,Al-Islamu wa Audha'una Al-Qonuniyah dan Al-Islamu baina Jahli Abnaihi wa Ajzi Ulamaihi dan At-Tasyri' Al-Jina'i fi Al-Islam.


Yusuf Thala'at

Nama lengkapnya adalah Yusuf Izzuddin Muhammad Thala'at.

Lahir pada tahun 1914 di kota Isma'iliyah.

Tabiatnya sangat pemberani, memiliki segudang pengalaman, sangat cerdas, memiliki kesabaran dan jiwanya sangat tenang.

Walaupun Yusuf  Thala'at memperoleh keahlian dalam bidang pendidikan di perguruan tinggi, tetapi dia berprofesi sebagai tukang kayu. Dia kemudian berdagang hasil-hasil pertanian.

Pada tahun 1936, dia bertemu dengan Hasan Al-Banna yang merupakan Pimpinan Umum Ikhwanul Muslimin. Setelah pertemuannya dengan Hasan Al-Banna, dia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan melakukan bai'at kepada Hasan Al-Banna sebagai pemimpin.

Dia selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menyebarkan pemahaman yang benar terhadap Islam yang diusung oleh Ikhwanul Muslimin. Dia juga selalu mengeratkan hubungan di antara umat.

Dinas Intelejen Inggris merasa terganggu dengan kegiatan dan perjuangannya. Mereka selalu mengawasinya dan menyiapkan sebuah hadiah bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya baik dalam keadaan mati atau pun hidup. Akan tetapi dia selalu berhasil memperdaya dan melepaskan diri dari kejaran mereka. Karena dia sering bersembunyi, mereka tidak berhasil menangkapnya. Suatu saat dia menyamar sebagai orang yang sangat tua dengan membawa anak kecil. Berkat ketenangan jiwanya, orang-orang Inggris tidak mencurigainya.

Dia adalah ketua Dewan Khusus pada organisasi Ikhwanul Muslimin.

Pada tanggal 31 Juli 1938, koran Ahram terbitan Mesir memuat berita, "Beberapa anggota Ikhwanul Muslimin di kota Isma'iliyah mengadakan demonstrasi. Mereka melakukan demonstrasi dari Masjid Al-Abasi sampai kantor Ikhwanul Muslimin.Demonstrasi yang mereka lakukan adalah sebagai bentuk toleransi terhadap nasib rakyat Palestina. Polisi menangkap berberapa orang yang ikut dalam demonstrasi tersebut. Setelah pihak Kejaksaan Isma'iliyah selesai melakukan investigasi, Kejaksaan memutuskan untuk menangkap Hasan Al-Banna, Yusuf Muhammad Thala'at dan lain-lainnya. Kejaksaan menahan mereka selama empat hari dengan alasan investigasi.

Suatu saat, dia membawa sejumlah senjata yang dibeli dari para pedagang senjata. Senjata-senjata tersebut rencananya dia berikan kepada para pejuang Palestina. Dia membawa senjata-senjata tersebut dengan onta. Senjata-senjata tersebut diletakkan di dalam galon-galon yang dibungkus dengan jerami. Dalam perjalanannya itu dia menyamar dengan memakai pakaian orang desa. Tiba-tiba beberapa anggota polisi Inggris mengepungnya dari segala arah. Mereka bertanya kepada Yusuf Thala'at kemana tujuannya. YusufThala'at menjawab bahwa dia tinggal di daerah tersebut dan dia membawa jerami untuk binatangnya.Dengan ketenangan jiwanya, dia berusaha untuk tidak cemas. Mendengar jawaban dari Yusuf Thala'at, musuh-musuh itu membiarkannya untuk meneruskan perjalanan. Dia merubah arah perjalanannya dan akhirnya sampai ke tempat yang dia tuju dengan seluruh bawaannya.

Yusuf  Thala'at adalah ahli strategi berperang dan selalu mampu mengatasi keadaan yang sulit serta mampu mengambil kesimpulan dengan cepat. Pada pertempuran Palestina yang terjadi 1948, pasukannya mengalami kekurangan senjata dan persediaan perang. YusufThala'at bersama teman-temannya memutuskan untuk membuat senjata dan amunisi dengan memanfaatkan senjata-senjata yang dirampas dari musuh.

Dia adalah komandan pasukan Ikhwanul Muslimin dalam pertempuran Dir Al-Balah.Dalam pertempuran tersebut dua belas orang dari pasukan Ikhwanul Muslimin gugur sebagai syahid. Pasukan Inggris mengadakan perjanjian dengan orang-orang Ikhwanul Muslimin untuk menukar jasad-jasad yang gugur dalam pertempuran. Dalam perundingan tersebut, pihak Inggris diwakili oleh salah seorang Jenderal. Setelah diadakan perundingan, jenderal tersebut memeriksa seluruh jasad-jasad orang Ikhawanul Muslimin. Jenderal tersebut merasa heran karena semua luka-luka yang menimpa pasukan Islam, terdapat di bagain depan.Setelah bertanya kepada wakil dari pasukan Ikhwanul Muslimin, dia baru mengetahui bahwa kewajiban orang-orang Islam adalah harus menghadapi peperangan dan tidak boleh melarikan diri. Komandan tersebut berucap, “Kalau seandainya saya mempunyai 3.000 pasukan seperti mereka, pasti saya akan bisa menaklukkan dunia."

Walaupun dalam keadaan yang sulit, Yusuf Thala'at pembawaannya tetap tenang.Suatu hari dia memimpin sebuah patroli di Palestina yang bertujuan untuk memata-matai pasukan Yahudi yang berada di salah satu daerah jajahannya. Bersama rombongannya di waktu yang sangat pagi, Yusuf Thala'at menyusup dari satu persembunyian ke persembunyian yang lain, dan akhirnya naik ke sebuah pohon. Saat itu posisinya dekat sekali dengan gedung-gedung yang ada di wilayah jajahan tersebut. Dia dan teman-temannya dapat melihat secara jelas apa yang terdapat di dalam rumah-rumah. Ketika Yusuf Thala'at bersama rombongannya melihat ke sebuah menara tempat berjaganya orang-orang Yahudi, dia melihat seorang tentara Yahudi dengan seorang tentara perempuan Yahudi sedang melakukan adegan mesra. Setelah melihat adegan mesra tersebut,Yusuf Thala'at tidak bisa merahasiakannya dan berbisik-bisik kepada temannya.Dia bertanya kepada teman-temannya,"Apakah kalian tahu kenapa dua pasang orang Yahudi itu melakukan demikian?” Teman-temannya terdiam dan tidak menjawab. Yusuf Thala'at meneruskan pembicaraannya, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi memahami betul bahwa keberadaan kita di sini adalah untuk mengintai mereka. Orang-orang Yahudi sengaja melakukan adegan ini agar kita mau melihat mereka Allah memerintahkan orang Islam untuk memejamkan mata ketika melihat kemaksiatan. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam Al-Qur'an Al-Karim yang artinya, “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman untuk memejamkan pandangan mereka." Sekarang jumlah kita di sini lebih dari empat orang dan kita berhak untuk menjatuhkan hukuman had kepada mereka.” YusufThala'at menyuruh para penembak untuk melepaskan tembakan ke bagian atas menara dan kedua orang Yahudi itu jatuh ke tanah.

Dia pernah memimpin sebuah rombongan yang membawa bantuan untuk pasukan Mesir yang sedang mengepung musuh di Falujah. Dengan keberanian dan kesatriaannya, dia memimpin rombongan yang membawa bantuan tersebut. Bantuan tersebut diberikan kepada pasukan Mesir yang berhasil menerobos barisan pasukan Yahudi. Di antara pasukan Mesir yang sedang mengepung musuh di kota Falujah adalah Jamal Abdul Nasser.

Yusuf Thala'at pernah diadili oleh Mahkamah Militer Mesir. Dalam sebuah pengadilan yang direkayasa, dia dijatuhi hukuman mati. Dalam persidangan, Ketua Pengadilan yaitu Jamal Salim bertanya kepadanya, "Apakah kamu bisa membaca surat Al-Fatihah dari belakang?" Yusuf Thala'at menjawab berkata, “Saya berlindung dari godaan syaetan yang terkutuk."Ketika dia mengucapkan kata syaetan yang terkutuk dia menunjukkan tangannya ke arah Ketua Pengadilan. Yusuf Thala'at kemudian membaca surat Al-Fatihah dengan benar dan terdiamlah Ketua Pengadilan.Jamal Salim bertanya kembali kepadanya,"Apa profesi Anda?" “Profesi saya adalah tukang kayu," jawab Yusuf Thala'at. Ketua Pengadilan bertanya lagi kepadanya, “Bagaimana anda bisa menjadi Ketua Dewan yang anggota-anggotanya para dosen, sementara anda adalah tukang kayu?” Dia menjawab, “Walaupun Nabi Nuh seorang tukang kayu, dia adalah seorang Nabi.” Jamal Salim menanyakan lagi kepadanya, “Kenapa anda tidak meninggalkan profesi tersebut?"Dia menjawab, "Tanyakan saja kepada dirimu!”

Selama di penjara, Yusuf Thala'at mendapatkan siksaan yang sangat kejam dan keji. Mereka memukul tulang punggung, lengan dan kepalanya sampai retak. Tidak ada satu anggota tubuhnya yang tidak terluka dan retak.

Dia dijatuhi hukuman gantung.

Pada hari yang diselimuti dengan suasana sedih, tepatnya di bulan Desember tahun 1954, dua buah mobil membawa dua jasad ke kota Isma'iliyah. Kedua jenazah tersebut adalah Muhammad Farghali dan Yusuf Thala'at. Keduanya meninggal dunia di tiang gantungan. Pihak keamanan Mesir melarang orang-orang untuk mengantar jenazah kedua ulama tersebut. Pemerintah Mesir juga menutup jalan-jalan yang menuju kota Isma'iliyah. Selama enam bulan berturut-turut pemerintah Mesir menempatkan pasukannya untuk melarang orang agar tidak mendekati kuburan mereka.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Kisah Abdul Qadir Audah dan Yusuf Thala'at"