Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Al-Izz bin Abdissalam, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Sufyan Ats-Tsauri dan Abu Yusuf

al izz bin abdissalam ibnu taimiyah ibnul qayyim sufyan ats tsauri dan abu yusuf

Al-Izz bin Abdissalam

Nama lengkapnya Abdul Aziz bin Abdissalam bin Abi Qasim bin Hasan bin Muhammad Muhazab yang diberi gelar Izzuddin, Sultan al-Ulama dan Ba'iu Umara. Dilahirkan di kota Damaskus pada tahun 577 H. Dia seorang ulama fikih bermazhab Syafi'i dan mencapai derajat mujtahid, sangat gigih dalam mencari ilmu, memasuki beberapa sekolah di Damaskus diantaranya: Zawdiatu al-Ghazali dan al-Jami' al-Umawi, setelah lama belajar di Syam, pergi ke Mesir pada saat pemerintahan Raja Shaleh Ayub yang memberi penghormatan untuk menyampaikan khutbah di Masjid Amru bin Ash. Dia seorang yang kepribadiannya kuat tidak takut menyampaikan kebenaran dimanapun, sehingga disenangi masyarakat dan disegani oleh pejabat.

Suatu ketika dia berkhutbah di hadapan Sultan Najmuddin atas nama diri dan rakyat disampaikan kebenaran sekali pun di depan penguasa. Ketika ditanya, salah seorang muridnya berkomentar: "Demi Allah, dia telah menghadirkan keagungan Tuhan, dan saya lihat Sultan pada saat itü bagaikan seekor kucing tertangkap basah.”

Dia memegang jabatan Hakim Agung, dan dari sana dia melihat bahwa pejabat pemerintah dan panglima tentara bukanlah warga Mesir sejati, melainkan orang-orang yang telah dibeli fungsinya oleh Sultan, sehingga mereka bagaikan macan tanpa taring, dikebiri semua kewenangannya. Termasuk wakil Sultan yang marah beşar ketika Syaikh Izzuddin berusaha mereformasi sistim pemerintahan yang ada, untuk mengembalikan hak rakyat. Di saat wakil Sultan menghunuskan pedang diatas lehernya, dengan gagah Syaikh mengatakan: "Saya siap untuk mati syahid membela kebenaran.” Seketika wakil sultan gemetar dan pedangnya terjatuh di atas tanah, dan memohon maaf atas kesalahannya.” Begitulah sedikit demi sedikit dia berjuang memperbaiki sistem pemerintahan dengan benar. inilah jihad sebenarnya khususnya dalam kehidupan modern.

Karya-karyanya antara lain: At- Tafsir al-Kabir, Ikhtisharu an-Nihayah, Ash-Shalat, Fatawa al-Mausuliyah dan Qawaid al-Akhkamfi Ishlahiddin. Dia wafat pada tahun 660 H. di Kairo, pada saat itü imam Dzahiri mengurusi jenazahnya, dan berkata: "Hari ini perkara materiku terhenti, karena Syaikh ini kalau berbicara di hadapan manusia: "Pergilah ke medan laga, saya akan memimpin dan saya tanggalkan jabatanku.”


Ibnu Taimiyah

Namanya Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah, biasa dipanggil Abu Abbas yang diberi gelar Taqiyuddin. Dilahirkan pada tahun 661 H. di Harran kota Syam (arah timur laut dari Siria). Rambutnya terurai panjang, suaranya lantang, fasih, ingatannya tajam dan membacanya cepat. Pergi ke Damaskus bersama keluarga ketika umurnya tujuh tahun, pada saat itu tentara Tatar sedang mengekspansi negaranya. Kakeknya yang bernama Mujiduddin Abdussalam adalah seorang ulama fikih madzhab Hambali yang mempunyai karya-karya besar dari ilmu fikih dan tafsir. Syihabuddin Abdul Halim adalah bapaknya yang menjadi anggota dewan guru Darul Hadits di Sukariah Damaskus.

Semenjak kecil Ibnu Taimiyah rajin menuntut ilmu kepada bapaknya sendiri, mempelajari bahasa, ilmu Hadits dan fikih madzhab Hambali. Berhasil menghafal Al-Qur'an pada usia anak-anak, dan menggantikan bapaknya sebagai guru pada usia dua puluh satu tahun. Diantara gurugurunya yang lain adalah Ibnu Abduddayim dan Ibnu Abi Yasir, yang mengantarkannya menjadi ilmuan dan berhasil membersihkan Islam dari bid'ah dan kebohongan. Kesibukannya mengajar di Masjid Jami' Umawi Besar dan di kediamannya membuat halaqah kajian ilmiyah, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan karya tulis yang diabadikan oleh para penulis pada saat itu.

Dia juga berjuang mengusir penjajah Tartar dengan lisannya, dan dengan senjata dalam peperangan Syakhab, memompa semangat tentara Islam dengan mewajibkan jihad dan mengharamkan lari dari medan laga, menyarankan infak untuk kepentingan perang. Dia memimpin pasukan bersama para ulama yang lain dengan strategi perang yang dikagumi oleh bangsa Romawi, dan kesemangatannya di medan laga tidak pernah surut sedikit pun.

Dia berpindah ke Mesir selama tujuh tahun untuk memerangi bid'ah, khurafat serta penyelewengan dalam penafsiran Al-Qur'an dan Hadits. Kefanatikan para pengikutnya memicu pergerakan melawan pemerintah secara frontal, maka Ibnu Taimiyah ditangkap dan dipenjarakan di Iskandaria, namun kemudian dibebaskan dan diundang oleh Raja Nashir bin Qalawun untuk menghadiri pertemuan dengan para hakim, ulama dan pejabat. Sepulang dari pertemuan besar itu dia kembali ke Syam pada tahun 712 H.

Terjadi perbedaan pendapat antara dirinya dengan para ahli fikih dan tasawuf. Dia meminta kepada mereka jangan melebih-lebihkan dalam zuhud, sehingga tidak menyelimuti kehidupan masyarakat. Dalam nuansa fikih dia berpendapat bahwa bersumpah untuk mentalak istri atau menggantungkan talak dengan syarat tertentu, maka talaknya tidak jatuh, hal ini bertentangan dengan pendapat ulama pada saat itu.

Pendapat ini tentu mengundang polemik panjang, sehingga Ibnu Taimiyah diberi opsi untuk mencabut pendapatnya atau pilih dipenjara. Dia memilih dipenjara, asal diperbolehkan untuk membawa kertas dan tinta ke dalamnya sehingga dapat menulis ide-idenya. Ketika dibesuk di dalam penjara dia berkata: ”Saya membolehkan semua orang muslim menganiayaku, dan tetap akan kumaafkan.” Diantara kata-katanya: ”Sesungguhnya di dalam dunia ini ada surga, barangsiapa belum memasukinya maka tidak akan masuk surga Allah, surga itu adalah berdzikir kepada Allah. Apa yang telah dilakukan terhadapku? Sesungguh-nya surgaku ada di dalam dada, dan matiku adalah syahid dan penjaraku adalah khalwah (meditasi)ku.”

Karya-karyanya antara lain: Al-Fatawa al-Kubra, Rafu al-Malam 'an Aimati al-A 'lam, Furqan baina Auliyaillah wa Auliyai asy-Syaithan, Ash-

Sharim al-Maslul 'an Syatmi ar-Rasul, As-Siasah asy-Syar'iyah fi Islahi arRa'i wa ar-Ra'iyah. Dia wafat pada tahun 728 H. pada usia yang ke 67, dan upacara pemakaman-nya dihadiri oleh ribuan pelayat.


Ibnul Qayyim

Nama lengkapnya Muhammad bin Abi Bakar bin Ayub bin Sa'ad Zur'i ad-Damsyiq yang biasa dipanggil Abu Abdullah dengan gelar Syamsuddin yang dikenal dengan Ibnu Qayyim al-Jauzi, dilahirkan di Damaskus pada tahun 691 H. Pengetahuannya luas, pemberani dalam kebenaran, tidak pilih kasih kepada siapa pun, banyak tunaikan shalat dan membaca AlQur'an, perangainya baik maka disenangi setiap orang. Imam Syaukani berkata: ”Dia menguasai semua ilmu, disenangi teman dan termashur di antara para ulama dan memahami madzhab-mazhab salaf.” Dia merupakan murid Ibnu Taimiyah yang fanatik dan menyebar-luaskan fatwanya yang berseberangan dengan fatwa jumhur ulama, oleh karena itu dia dipenjara di Damaskus dan baru dibebaskan setelah gurunya wafat.

Mendalami fikih madzhab Hambali, tafsir, ilmu Hadits, usul fikih, nahwu, tasfuf dan ilmu theologi. Tulisannya sangat bagus sehingga menulis karyanya dengan tangannya sendiri kemudian di cetak. Diantara karyanya:

l'Iamu al-Mawaqi'in dalam ilmu usul fikih, Zadu al-'lmadfi Hadyi Khairi alIbad, al-Ruh, Hadi al-Arwah ila Biladi al-Afrah, Madarij as-Salikin, Al-Wabil al-Shaib min Kalami ath-Thib, Ighatsatu al-Lahfanfi Mashayidi asy-Syaithan dan al-Fawaid. Dia meninggal dunia di Damaskus pada tahun 751 H.


Sufyan Ats-Tsauri

Nama lengkapnya Sufyan bin Said bin Masruq bin Habib bin Rafi Al- Adnani, nama penggilannya Abu Abdullah dengan gelar Amirul Mukmininfil Haditsyang dikenal dengan sebutanAts-Tsauri karena dinisbatkan kepada B ani Tsaur dari desa Mudir. Dia dilahirkan di Kufah pada tahun 97 H. tinggal di Mekkah, Madinah kemudian ke Irak. Dia termasuk dalam generasi tabi'i at-tabi'in yang memiliki madzhab fikih dan diikuti oleh banyak orang. Khalifah Mansur menunjuknya untuk menjadi Hakim Kufah, dan berkata pada dirinya: "Saya tidak menyerahkan ke dalam hatiku sesuatu kemudian mengkhianatinya." Imam Dzahabi berkata: "Dia adalah Syaikh Islam, imamnya para penghafal Al-Qur'an, pimpinan para ulama di zamannya."

Guru-gurunya antara lain: Ayub Sakhtayani, Bahz bin Hakim dan Ja'far Shiddiq, sedang murid-muridnya adalah A'masy, Ibnu 'Ajalan, Abu Hanifah,

Fudhail bin Iyadh. Imam Ayub Sahtayani berkata: "Saya tidak melihat orang Kufah yang lebih baik dari Sufyan." Dan Ibnu Abi Dzi'b: "Saya tidak melihat generasi tabi'in yang menyamai Sufyan Tsauri." Ketika ditanya tentang uang dinar yang ada ditangannya dia menjawab: "Mengganti sepuluh ribu dinar bagi saya lebih baik dari pada bergantung kepada orang lain." Diantara karyanya adalah Al-Jami al-Kabir, Al-Jami as-Shaghir dalam kodifikasi Hadits, dan juga kitab Faraidh. Pada tahun 161 H. dia wafat di Bashrah.


Abu Yusuf

Nama lengkapnya Ya'qub bin Ibrahim bin Habib bin Khanis bin Saad al-Anshari, yang biasa dipanggil Abu Yusuf dan dikenal dengan teman karib Abu Hanifah. Dia dilahirkan di Kufah tahun 113 H. yang merupakan orang kedua setelah Abu Hanifah dalam fikih madzhab Hanafi, dan juga termasuk orang yang paling tsiqat dalam meriwayatkan Hadits.

Dia menimba ilmu dari banyak ulama diantaranya Muhammad bin Hasan Syaibani, pengetahuannya luas dalam ilmu tafsir, ilmu strategi perang, penanggalan Arab dan riwayat Hadits. Pendapatnya sering berbeda dengan gurunya Abu Hanifah namun menyertakan argument yang kuat. Dia merupakan orang pertama yang dipanggil sebagai Hakim Agung, orang pertama yang mengenakan pakaian ulama untuk membedakan dengan orang biasa, serta orang pertama yang menentukan kitab madzhab Hanafi dan menyebarkannya.

Memegang jabatan Hakim selama tiga periode kekhalifahan yaitu Khalifah Hadi, Mahdi dan Rasyid, bahkan khalifah Rasyid memberi kehormatan bahwa semua putusan mahkamah baik di Barat maupun Timur harus bersandar kepadanya. Yahya bin Muayan berkata: "Saya tidak melihat ulama ahli logika yang terkuat dalam Hadits, paling hafal dan sahih riwayatnya dari pada Abu Yusuf."

Dia meriwayatkan Hadits dari Hisyam bin Urwah, Abu Hanifah, 'Atha bin Saib, A'masy dan Iainnya. Dan meriwayatkan darinya Yahya bin Mu'ayan, Ahmad bin Hambal, Asad bin Farat dan Iainnya. Diantara karyanya yaitu: Al-Kharaj, Al-Atsar yang merupakan musnad Abu Hanifah, Nawadir, Adabu al-Qadhi. Akhirnya pada tahun 182 H. dia wafat di Baghdad.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Kisah Al-Izz bin Abdissalam, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Sufyan Ats-Tsauri dan Abu Yusuf"