Kisah Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Al-Auza'i, An-Nawawi dan Sufyan bin Uyainah
Ibnu Majah
Nama aslinya Muhammad bin Yazid Ar-Rib'i Al-Qazwini, nama panggilannya Abu Abdullah yang terkenal dengan Ibnu Majah, sebutan Majah sebenarnya adalah gelar bapaknya. Dilahirkan di Quzuwaini pada tahun 209 H. Mulai mencari ilmu ketika usianya 20 tahun ke kota Naisabur, Khurasan, Ra, Irak, Haijaz, Syam dan Mesir.
Guru-gurunya antara lain Al-Hafizh Ath-Thanafisi, Hisyam bin 'Umar, Az-Zuhri dan Abu Hudzafah as-Sahmi. Sedang murid-muridnya adalah AlAbhari, Ibnu Rawah Al-Baghdadi dan Al-Madini. Dia seorang penghafal yang sangat kuat sehingga Imam Adz-Dzahabi berkata: "Dia adalah penghafal dari Qazwini di masanya.” Buku karangannya As-Sunan memuat empat ribu Hadits. Pada tahun 273 H. di usia ke 64 tahun dia wafat.
Al-Baihaqi
Namanya adalah Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah Al-Baihaqi yang sering dipanggil dengan nama Abu Bakar dan dinisbatkan ke negaranya Baihaq. Dilahirkan di Khasrujard Baihaq negeri Naisabur pada tahun 384 H. Mempelajari Hadits di kota Baihaq dan mendalami fikih madzhab Syafi'i, sedang akidahnya mengikuti madzhab Al-Asy'ari. Dia pergi mencari ilmu ke Baghdad, Kufah dan Mekkah kemudian kembali ke Baihaqi. Kesibukannya mengajar di Naisabur, juga orang pertama yang mengumpulkan naskah-naskah fikih Syafe'i dalam kitabnya Al-Mabsuth, dan penyebar fikih Syafe'i. Imam Adz-Dzahabi berkata: ”Kalau Al-Baihaqi menghendaki maka dia mampu membuat madzhab sendiri, karena keluasan ilmu dan pemahamannya terhadap masalah-masalah khilafiyah." imam Al-Haramain Al-Juwaini berkata: "Tidak ada pengikut madzhab Syafe'i yang mempunyai keutamaan melebihi Baihaqi, karena karyanya dalam mengembangkan madzhab dan pendapat Syafe'i.”
Karya-karyanya antara lain As-Sunan al-Kubra, Fadhail Ash-Shahabah, Dalail an-Nubuwah dan Syu'abu al-lman. Mengakhiri hayatnya di Naisabur pada tahun 458 H dan disemayamkan di Khasrujard. Seorang ulama bermimpi di langit ada cahaya terang, kemudian bertanya: "Cahaya apa itu?”, dijawab: ”ltu adalah kitab-kitab karya Al-Baihaqi.”
Al-Auza'i
Namanya adalah Abdurrahman bin Amru bin Yahmad bin Amru alAuza'i yang dipanggil dengan sebutan Abu Amru terkenal dengan Al-Auza'i karena dinisbatkan kepada nama kabilah al-Auza'i di Damaskus, dijuluki Syaikhul Islam dan ulama dari Syam. Dilahirkan di Ba'labak tahun 88 H. Dia tumbuh beşar di deşa Kurk kemudian menetap di Damaskus untuk mencari ilmu dan nasihat. Dinobatkan sebagai imam negeri Syam dalam ilmu fikih dan kezuhudan. Menimba ilmu di Syam kemudian pergi ke Yaman, Irak, Hijaz dan Mesir. Sampai pada derajat tinggi dalam ilmu fikih, zuhud dan ibadah.
Dia mengedepankan keteladanan, dan berkata: "Sebelum ini kami tertawa dan bermain, namun setelah menjadi imam panutan umat maka kami akan menjaga perilaku.” Banyak melakukan dakwah amar ma'rufnahi munkar dengan ikhlas, tanpa mengharap pahala rai siapapun.
Khalifah Mansur menghormatinya dan mentaati nasehatnya yang merupakan mujtahid, pemilik salah satu madzhab fikih yang tersebar pahamnya di Syam, Irak, Khurasan dalam kurun waktu yang tidak telalu lama. Para ulama bersepakat menganggapnya sebagai imam, dan menempatkannya pada martabat yang luhur karena kesempurnaan akalnya. Memberi fatwa dalam 70.000 masalah sehingga diangkat menjadi Hakim namun jabatan ini ditolaknya.
Diantara kata-katanya: "Barangsiapa memanjangkan shalat malamnya Allah akan meringankan baginya ketika Hari Kiamat." Karya-karyanya antara lain Sunan wa Masailfi al-Fiqh, dan mempunyai surat-surat dalam Kitabah wa Tarsil. Akhir hayatnya di Beirut sebagai pejuang di jalan Allah pada tahun 157 H.
An-Nawawi
Namanya adalah Yahya bin Syaraf bin Murra bin Hasan Al-Hizami Al-Haurani yang dipanggil dengan Abu Zakaria, gelarnya Muhyiddin yang dikenal dengan An-Nawawi karena dinisbatkan kepada asal daerahnya Nawa. Dilahirkan di Nawa kota Hauran negeri Siria pada tahun 631 H. Belajar Al-Qur'an di deşa Nawa kemudian pergi ke Damaskus dan memasuki Madrasah Rawahiyah belajar fikih, usul fikih, Hadits, ilmu-ilmu Hadits, bahasa, nahwu, mantiq dan tauhid.
Dia tidak menikah selama hidupnya karena sibuk dengan kehidupan zuhud dan wara'nya. Banyak berdakwah, mengritik para hakim dan pejabat demi amar ma'ruf nahi munkar. Ketika Damaskus di bawah kekuasaan Mesir setelah perang Tartar, para penjaga Baitul mal menuduh tanpa bukti kepada para juru kebun mengambil uang darinya. Kemudian atas perintah raja mereka dicambuk dan didera. Mereka mengadukan urusan kepada Syaikh untuk menyelesaikan masalah, kemudian dia menghadap langsung kepada raja dan berhasil mengembalikan hak pada dhuafa.
Dia adalah seorang imam dan muhaqqiq madzhab Syafi'i di zamannya. Menghafal Hadits, baik yang shahih maupun yang cacat. Wali dari para sesepuh ulama Hadits yang berani mengeluarkan gaji tinggi bagi para penghafal, namun dia tidak mengambil sedikit pun darinya. Bahkan dia membeli buku-buku dan mewakafkannya ke Perpustakaan Darul Hadits. Setiap hari mempelajari 12 mata pelajaran yang diterangkan dan ditashih, diantaranya kitab al- Wasith, Shahih Muslim, al-jam'u baina shahihainfi alMazhab, Usul Fikih, Rijal al-Hadits, limu Tauhid, al-Luma' dan ilmu tashrif Murid-muridnya antara lain Alauddin Athar, Syamsuddin bin Naqib, İbnu Ja'wan dan Badruddin bin jamaah. Sedang guru-gurunya adalah Abi ibrahim İshaq bin Ahmad Maghribiy.
Diantara kitab karyanya adalah Riyadu ash-Sha/ihin min Kalami şayidi al-Mursalin, al-Arbain an-Nawawi, Habi al-Abrar yang dikenal dengan alAdzkar an-Nawawi, Minhajfi Syarkhi Shahih Muslim dan at- Tibyanfi Adabi Hamli Al-Qur'an.
Kembali ke Nawa menjelang akhir hayatnya, mengunjungi makam para gurunya, sahabat-sahabatnya yang tercinta dan mendo'akan mereka sambil menangis. Setelah berkunjung ke kedua makam orang tuanya, Baitul Maqdis dan Khalil kemudian kembali ke Nawa, jatuh sakit sampai ajal menjemputnya pada tahun 676 H. Ketika berita kematiannya sampai ke Damaskus penduduknya menagisi kepergian Imam, orang-orang muslim semuanya berduka cita. Hakim agung Izzuddin Muhammad bin Shaigh beserta pengikutnya bertakziah ke Nawa untuk menshalatinya. Kedalaman duka membentuk untaian kata-kata terakhir dari sang Hakim,
Kemuliaan cita dan keumuman kata hilang ditelan kematian bersama asa
Kerinduan muncul setelah maut menjemputmu Engkau bagi agama ini bagaikan cahaya kebaikan dalam ucapan maupun perbuatan
Engkau menyulam zuhud dalam kehidupan dunia sebagai teladan Engkau dihadapkan pada tuduhan-tuduhan hina namun usahamu membakarnya menyatukan segalanya.
Sufyan bin Uyainah
Dia adalah Sufyan bin Uyainah bin Maimunah Al-Hilali, yang biasa dipanggil Abu Muhammad. Dilahirkan di Kufah pada tahun 108 H. dan tinggal di Mekkah. Belajar Hadits dari ulama Hijaz sehingga menjadi Syaikh Islam di zamannya. Dia seorang penghafal Hadits yang terpercaya dan Muhadits kota Mekkah. Imam Syafe'i berkata: "Kalau bukan karena Imam Malik dan Sufyan maka hilanglah ilmu dari negeri Hijaz." Imam Adz-Dzahabi berkata: "Dia seorang yang paling tsiqat dan terkuat hafalannya di dunia ini, sehingga orang-orang sangat membutuhkannya."
Dia meriwayatkan Hadits dari Amru bin Dinar, Ziyad bin Alaqah, Zuhri, Ashim bin Abi Nujud dan lainnya. Kata mutiaranya: "Barangsiapa kemaksiatannya ada pada syahwatnya maka keluarkanlah, barangsiapa kemaksiatannya ada pada kesombongan takutlah kepada-Nya, kalau anak Adam berbuat maksiat merasa hina maka dimaafkan, sedangkan Iblis berbuat maksiat dengan sombong maka dilaknat."
Karya-karyanya antara lain Al-Jamifi al-Hadits dan Kitabfi at-Tafsir. Dari kata-katanya: "Zuhudlah terhadap apa yang diharamkan Allah.
Posting Komentar untuk "Kisah Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Al-Auza'i, An-Nawawi dan Sufyan bin Uyainah"