Kisah Ibnul Hanafiyah dan Zainal Abidin
Ibnul Hanafiyah
Nama lengkapnya Muhammad bin Ali bin Abi Thalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi, biasa dipanggil Abu Qasimi dan masyhur dengan nama Ibnul Hanafiyah. Al-Hanafiyah adalah nama yang dinisbatkan kepada nama ibunya, Khaulah binti Ja'far Al-Hanafiyah. Ia dilahirkan di Madinah tahun 21H.
Ia adalah sosok tabi'in yang terkenal memiliki pengetahuan yang luas, wira'i, dan pemberani.
Hasan dan Husein; keduanya adalah saudaranya seayah. Ia pernah mengatakan, "Hasan dan Husein memang lebih utama dari saya dan saya lebih banyak pengetahuannya ketimbang mereka berdua."
Ia termasuk salah satu pahlawan Islam yang memiliki tekad baja dan pendirian yang kuat.
Nama dan nama panggilannya merupakan dispensasi (rukhsah) yang diberikan kepada Ali bin Abi Thalib. Ali pernah menyampaikan kepada Rasulullah , “Wahai Rasulullah, jika nanti aku memiliki seorang anak sepeninggalmu, bolehkah aku menamainya dan memanggilnya sesuai dengan nama dan nama panggilanmu?”“Ya, boleh”, jawab Rasulullah.
Ia adalah seorang perawi hadits yang tsiqah. Hadits-hadits riwayatnya diriwayatkan oleh pengarang Kutub As-Sittah.
Ia adalah pembawa panji ayahnya dalam perang Shiffin melawan pasukan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Ia pernah melarikan diri ke Thaif karena menolak pembai'atan Abdullah bin Zubair.
Mukhtar Ats-Tsaqafi pernah mengajak orang-orang untuk membai'at Ibnu Hanafiyah sebagai imam (khalifah). Mukhtar berkeyakinan bahwa Ibnul Hanafiyah adalah Al-Mahdi Al-Muntazhar. Sekte Al-Kaisaniyah meyakini bahwa Ibnul Hanafiyah belum meninggal. Menurut mereka,Ibnul Hanafiyah masih bersembunyi di gunung Ridhwa' dan memiliki bekal berupa madu dan air, dan suatu saat nanti ia akan muncul kembali. Menurut hemat penulis, Ibnul Hanafiyah terbebas dari semua asumsi mereka tersebut.
Ia meriwayatkan hadits dari Umar, dari ayahnya, Ali bin Abi Thalib, dari Abu Hurairah, dan lainnya.
Di antara perawi yang meriwayatkan hadits darinya adalah Abu Ja'far Al-Baqir,Amr bin Dinar, kedua putranya, Abdullah dan Aun, dan lainnya.
Ia meninggal di Madinah tahun 81 H.
Zainal Abidin
Nama lengkapnya Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib Al-Qurasyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Husein dan masyhur dengan nama Zainal Abidin, karena ketaatan dan kebagusan ibadahnya. Ia juga biasa dipanggil dengan Ali Al-Ashghar untuk membedakannya dengan saudaranya, Ali Al-Akbar.
Ia dilahirkan di Madinah tahun 38 H.
Ia ikut bersama ayahnya dalam peristiwa Karbala. Saat itu, ia sedang sakit sehingga pasukan Al-Hajjaj Ats-Tsaqafi tidak mengganggunya.
Ia adalah sosok yang terkenal bersahaja dan wira'i.
Ia secara rahasia menafkahi 100 keluarga di kota Madinah. Informasi ini tidak diketahui khalayak umum kecuali setelah ia meninggal.
Setiap kali ia berwudhu', maka warna kulitnya berubah menjadi kuning. Suatu ketika keluarganya bertanya, “Mengapa hal itu selalu terjadi di saat Anda berwudhu'?” Ia menjawab, “Tidakkah kalian tahu di hadapan siapa aku hendak berdiri?!"
Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, Husein, dari Shafiyyah, Ummul Mukminin, dari Ibnu Abbas, dan Ummu Salamah.
Di antara perawi yang meriwayatkan hadits darinya adalah anak-anaknya, Az-Zuhri, Amr bin Dinar, dan Hisyam bin Urwah.
Para ulama sepakat bahwa ia adalah sosok yang mulia dan tsiqah.
Husein tidak memiliki keturunan kecuali dari jalur Zainal Abidin.
Tentang Zainal Abidin,Az-Zuhri pernah berkata, "Aku belum pernah melihat orang Quraisy yang lebih utama dan lebih pandai terhadap ajaran agama dari dia."
Ia pernah mengatakan, “Ya Allah, janganlah Engkau tundukkan aku kepada hawa nafsuku, sehingga aku lemah menghadapinya, dan janganlah Engkau tundukkan aku kepada makhluk, sehingga mereka menelantarkanku."
Ia meninggal di Madinah tahun 94 H dan jasadnya dimakamkan di makam pamannya, Hasan bin Ali.
Posting Komentar untuk "Kisah Ibnul Hanafiyah dan Zainal Abidin"