Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Nuruddin Mahmud dan Shalahuddin Al-Ayubi

nuruddin mahmud dan shalahuddin al ayubi

Nuruddin Mahmud

Nama lengkapnya adalah Mahmud bin Zanki bin Aq Sanqar.

Panggilannya adalah Abu Qasim dan julukannya adalah Nuruddin (cahaya agama) dan raja yang adil.

Nuruddin Mahmud lahir pada tahun 511 H di Halab, Suria.

Dia menguasai tekhnik berperang dan dia juga ikut serta bersama ayahnya yang bernama Aiman dalam perang Salib.

Ayahnya menugaskannya untuk menjadi gubernur Halab. Setelah ayahnya terbunuh,Nuruddin mengambil alih kekuasaan untuk menstabilkan keamanan dan kendali pemerintahan serta untuk menjaga negara dari serangan orang-orang Salib.

Dia berhasil mengalahkan orang-orang Salib dalam pertempuran di Damaskus, Huran, Basrah dan Baldoen kemudian memaksa mereka untuk mundur ke negara mereka dengan tangan kosong.

Belum genap satu bulan dari pengangkatannya sebagai gubernur, dia sudah mempersiapkan pasukan untuk berperang dan dia juga memimpin sendiri pasukan dalam pertempuran. Nuruddin sangat mendambakan mati syahid.

Dia sangat jarang bersantai ria di atas tempat tidur dan dia juga tidak membiarkan dirinya menyentuh tempat tidur kecuali untuk keperluan shalat. Nuruddin makannya sedikit, sehingga ia tampak seperti berumur 60 tahunan walaupun usia yang sebenarnya masih 40 tahun.

Dia mengalahkan Mujiruddin, dia adalah pemimpin Damaskus yang bersekutu dengan orang-orang Salib dan juga membunuh orang-orang Islam. Dia mengangkat pamannya yaitu Shalahuddin Al-Ayubi sebagai gubernur Damaskus.

Nuruddin Mahmud mengirim Asaduddin Syirkuh dan Shalahuddin Al Ayubi untuk menaklukkan Mesir. Sebelum mengirimkan mereka ke Mesir, dia juga terlebih dahulu meminta izin khalifah dari Bani Abbasiyah. Hal ini dilakukan setelah dia melihat banyak kerusakan-kerusakan yang dilakukan Bani Fatimah dan keadaannya juga semakin bertambah parah ketika Al Adhid diangkat sebagai khalifah yang baru berusia 11 tahun. Dia masuk dalam pemerintahan dan dijadikan sebagai menteri.Al Adhid mengadakan perjanjian dengan orang-orang Salib dan bersekutu dengan mereka untuk memusuhi orang-orang Islam. Pada tahun 564 H, Nuruddin berhasil menguasai Mesir dan mengalahkan Al Adhid dengan bantuan Shalahuddin dan pamannya Asaduddin Syirkuh.

Nuruddin Mahmud berhasil menyatukan Mesir, Syam dan Jazirah Arabiyah di bawah pimpinannya.

Dia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya

Dia menghapus kewajiban membayar pajak.

Dia memberikan hak pemilikan tanah pada orang-orang Badui,supaya mereka tidak mengganggu orang-orang yang sedang ibadah haji.

Dia membuat benteng untuk menjaga armada Syam dan membangun tembok-tembok di sekeliling kota.

Nuruddin Mahmud banyak sekali membangun sekolah-sekolah seperti sekolah Adiliyah, Nuriyah, dan Darul Hadits.

Dia adalah orang-orang yang pertama kali mendirikan sekolah khusus untuk mempelajari Hadits.

Dia membangun masjid Bani Umayah di Mosul.

Nuruddin juga membangun losmen di jalur-jalur perjalanan.

Dia membangun tempat-tempat yang dipergunakan orang-orang sufi untuk melakukan kegiatan ibadah mereka.

Nuruddin Mahmud orangnya sangat rendah hati, berwibawa,sangat memuliakan para ulama dan membiayai hidup mereka serta mengikuti nasehat-nasehat mereka.

Dia adalah ahli fiqih dalam madzhab Hanafi.

Dia belajar Hadits di Halabi.

Dia mengkhususkan empat hari dalam seminggu supaya para ahli fiqih mengajarkan ilmu di tempat kediamannya. Dia juga menghilangkan hal-hal yang menghalangi orang-orang untuk dekat dengannya. Setiap permasalahan yang dia jumpai, selalu ditanyakan kepada ulama.

Dia mewakafkan buku yang sangat banyak agar orang-orang bisa membacanya.

Pada tahun 569 H, dia meninggal dunia di Damaskus.

Dalam buku yang ditulis oleh Abu Syamah yang berjudul Ar Raudhataini fi Akhbari Ad Daulataini, terdapat biografi Nuruddin dan Shalahuddin.


Shalahuddin Al-Ayubi

Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Ayub bin Syadzi.

Panggilannya adalah Abu Al-Muzhffar, dan julukannya adalah Malik An-Naser (raja yang selalu menang).

Lahir pada tahun 532 H di Tikrit, salah satu perkampungan suku Kurdi yang terletak di Irak bagian utara.

Bersama ayahnya Najmuddin dan pamannya Asaduddin Syirkuh dia pindah ke Ba'labak. Ayahnya kemudian diangkat sebagai gubernur Ba'labak.

Dia hafal Al-Qur'an, belajar baca tulis, Hadits, fiqih, bahasa Arab, kedokteran dan nasab orang-orang Arab.

Sultan Nuruddin mempercayakan kepadanya untuk memimpin kepolisian wilayah Damaskus. Shalahuddin Al-Ayubi membersihkan Damaskus dari para pencuri dan orang-orang yang jahat. Di Damaskus dia juga berhasil menstabilkan keadaan di seluruh penjuru Syam.

Dia dikirim oleh Nuruddin bersama pamannya Asaduddin Syirkuh komandan pasukan Syam agar dapat mempertahankan Mesir dan mengusir orang-orang Salib dari sana.

Shalahuddin berhasil mengusir orang-orang Salib dari Mesir, di sana pamannya diangkat sebagai menteri. Sepeninggal pamannya, dia diangkat sebagai penggantinya.

Setelah kematian Khalifah Al-Adhid, salah seorang khalifah dari Bani Fatimah, secara resmi dia mengumumkan berakhirnya kekuasaan Bani Fatimah di Mesir yang beraliran Syi'ah. Sebagai gantinya, dia mengumumkan madzhab Ahli Sunnah wal Jama'ah sebagai madzhab resmi. Dia juga berhasil mengatasi berbagai kekacauan yang terjadi di dalam negeri.

Setelah kematian Nuruddin Mahmud, pada tahun 581 H Shalahuddin berhasil menyatukan Mesir, Syam dan Irak bagian utara serta Yaman berada di bawah kekuasaannnya.

Jihad dan bagaimana cara membebaskan negeri-negeri dari kekuasaan orang-orang Salib selalu menjadi pusat perhatian. Dia memerintahkan para ulama dan khatib untuk selalu mengangkat tema jihad dan berkorban di jalan Allah 3. Shalahuddin Al-Ayubi melatih sendiri pasukannya dan dia membangun armada dan benteng-benteng bersama pasukannya.

Dia beralasan kenapa jarang sekali terlihat tertawa, “Bagaimana saya bisa tertawa sedangkan Masjid Al-Aqsha masih ditawan.”

Dengan sengaja dia mengadakan perjanjian damai dengan pasukan Salib untuk tidak saling menyerang. Keadaan seperti ini, ia pergunakan untuk mempersiapkan pasukan yang akan memasuki pertempuran yang sangat menentukan dengan mereka.

Dari Damaskus dia berangkat bersama pasukannya menuju ke suatu tempat yang namanya Ra's Alma yang terletak di dekat desa Hiththin di wilayah Tobariyah. Di tempat itu dia mengumumkan jihad secara umum, para mujahid berbondong-bondong dari seluruh penjuru negara Islam mendatangi panggilannya. Di tempat yang berbeda orang-orang Salib juga sedang bersiap-siap untuk berperang. Pada hari Sabtu pagi tanggal 25 Rabi'ul Akhir tahun 583 H, Shalahuddin berhasil menguasai sumber-sumber mata air yang terdapat di wilayah tersebut.Cuaca hari itu sangat panas, pasukan Shalahuddin mengepung mereka dan membakar rerumputan yang kering yang ada di sekeliling mereka.Hal ini menyebabkan mereka kehausan. Pasukan Shalahuddin membunuh tiga puluh ribu pasukan Salib dan menawan mereka dalam jumlah yang sama. Shalahuddin memanggil penguasa Kark yang pernah mencela Nabi Muhammad  dan menyerang Al-Hajjaj serta rombongan-rombongan yang ingin berdagang. Setelah penguasa tersebut sampai, Shalahuddin kemudian membunuhnya.

Setelah pertempuran Hiththin, pasukan Shalahuddin pergi menuju ke arah Baitul Maqdis. Dia ingin membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman kaum Salib yang telah mendudukinya selama 91 tahun. Melalui pertempuran yang sangat sengit, Shalahuddin berhasil membebaskan kota tersebut dari kekuasaan mereka. Pertempuran ini bertepatan dengan peringatan Isra' dan Mi'raj.

Tidak lama berselang setelah pertempuran tersebut, Shalahuddin berhasil membebaskan Thabariyah,Uka, Shoeda, Ghaza, Nablis,Asqalan dan beberapa kota lain dari kekuasaan orang-orang Salib.

Dia terkenal sangat toleransi dalam memperlakukan tawanan dan tahanan. Dia memberikan rasa aman kepada mereka yang menginginkannya. Dia menugaskan beberapa personil dari kepolisian supaya berkeliling di jalan raya untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap orang-orang Nasrani. Shalahuddin pernah menyuruh bawahannya untuk mencari anak lelaki dari seorang perempuan Nasrani. Penyebabnya adalah karena perempuan tersebut menuduh pasukan Islam menculiknya. Setelah anak tersebut ditemukan, pasukannya mengantarkan anak itu kepada ibunya.

Shalahuddin sangat memperhatikan pembaharuan-pembaharuan di Mesir.Di masanya, pergerakan keilmuan itu sangat menonjol. Dia juga mengeluarkan manuskrip-manuskrip dari gudang dan mendirikan pasar di Qasr Al-Aini untuk menjual buku-buku serta mendirikan beberapa rumah sakit. Di atas dataran tinggi Muqatham,dia mendirikan sebuah benteng untuk pertahanan negara Mesir. Dia menetap di Mesir selama 24 tahun.

Walaupun segudang keperkasaan yang ia miliki, hati dan jiwanya tetap lembut. Dia adalah ahli politik dan perang, berwawasan luas lagi rendah hati.

Dia meninggalkan Mesir menuju Suria dan menetap di sana selama 19 tahun. Di Suria dia juga membangun beberapa sekolah dan rumah sakit.

Pada tahun 589 H, Shalahuddin  meninggal dunia di Damaskus dalam usia 58 tahun.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Kisah Nuruddin Mahmud dan Shalahuddin Al-Ayubi"