Kisah Rasyid Ridha dan Syakib Arselan
Rasyid Ridha
Nama lengkapnya adalah Rasyid Ali Ridha Muhammad Syamsudin Muhammad Bahaudin Al-Qalmuni.
Lahir pada tahun 1865 M, di desa Qalmun sebuah tempat yang terletak dekat Tripoli di Libia.
Di desa Qalmun Rasyid Ridha belajar baca tulis dan ilmu hitung.
Rasyid Ridha meneruskan belajarnya ke sekolah Ar-Rasyidiyah di Tripoli.Di sekolah tersebut keilmuan Rasyid Ridha semakin bertambah luas. Masih di sekolah tersebut Rasyid Ridha juga mempelajari bahasa Turki.
Rasyid Ridha adalah merupakan salah seorang ulama dalam bidang tafsir, Hadits, sejarah dan sastra.
Selama hidupnya sampai meninggal dunia wajah Rasyid Ridha tidak pernah keriput.
Dia berguru kepada Muhammad Abduh.
Rasyid Ridha menerbitkan majalah Al-Manar. Majalah tersebut memuat tentang ide-ide pembaharuannya dalam bidang agama dan kemasyarakatan. Majalah Al-Manar telah terbit tiga puluh empat jilid.
Rasyid Ridha menempati sebuah kamar yang ada di masjid Jedah yang ada di desa Qalmun. Kamar tersebut dipergunakannya untuk berkhalwat, belajar, shalat dan tadabur (mempelajari dan merenungi keagungan) Al-Qur'an.
Rasyid Ridha sejak kecil memiliki keberanian dalam melawan para penguasa Dinasti Utsmani dan penjajah Inggris. Dia selalu menganjurkan orang untuk selalu melawan dan mengecam sistem politik penjajah. Orang-orang Federal dari Dinasti Utsmani, Khadiyo dan penjajah Inggris pernah berusaha untuk merayu Rasyid Ridha dengan harta dan jabatan, tetapi mereka tidak berhasil membujuknya.
Dia menulis artikel-artikel yang dimuat oleh beberapa koran. Ketika Rasyid Ridha berniat untuk melakukan ibadah haji, Ketua Bagian Administrasi dinasti Utsmani memberikan kepadanya sejumlah uang agar mau mengurungkan niatnya. Dengan sopan dan lemah lembut, dia menjawab, “Haji itu diwajibkan kepada siapa saja yang mampu. Saya sudah berencana untuk menunaikan ibadah haji bersama ibu dan saudara perempuanku."
Dia selalu menjalin komunikasi dengan Syarif Husain.
Raja Abul Aziz Al-Su'ud sangat mempercayai Rasyid Ridha.Raja tersebut selalu mengirim surat kepadanya. Di antara surat yang pernah diterima Rasyid Ridha berisi, “Kami telah sampaikan kepada Anda bahwa kami telah bermaksud untuk selalu mengamalkan sunnah Nabi dan selalu memberantas bid'ah. Kami juga berusaha untuk selalu menerapkan ajaran Islam secara tepat dalam berbagai keilmuan modern pada bidang militer dan pembangunan sebagai mana yang telah diterapkan oleh orang-orang salaf."
Raja Abul Aziz Al-Su'ud pernah meminta Rasyid Ridha agar memilih dua orang ulama yang akan dijadikan imam di Masjid Al Haram dan Masjid An Nabawi.Rasyid Ridha memilih syaikh Muhammad Abd Azh Zhahir
sebagai imam di Masjid Al-Haram dan memilih syaikh Abdurrazak
sebagai imam Masjid An-Nabawi.
Rasyid Ridha mendirikan sekolah Ad-Da'wah wa Al-Irsyad untuk membekali para da'i dengan berbagai keahlian. Murid-murid tamatan sekolah tersebut seperti Sayyid Amin Al-Husaini yang menjadi mufti Palestina,syaikh Muhammad Abd Azh-Zhahir Abu As-Samh yang menjadi imam Masjid Al-Haram dan yang mendirikan Dar Al-Hadits dan lain-lainnya.
Dia pernah terpilih sebagai Ketua Konferensi Suria.
Setelah Perancis menjajah Suria pada tahun 1920,Rasyid Ridha kemudian pindah ke Mesir dan menetap di sana.
Rasyid Ridha mengajarkan ilmunya kepada orang-orang yang belajar di rumahnya sendiri.
Syaikh Al Azhar Al Maraghi berkomentar tentang diri Rasyid Ridha, "Tidak ada seseorang yang mampu menandingi kemahiran Rasyid Ridha dalam menafsirkan Al-Qur'an, dalam menerapkan ayat-ayat Al-Qur'an pada kehidupan bermasyarakat, dalam menerangkan petunjuk yang ada di dalam Al-Qur'an, atau dalam memahami tujuan-tujuan agama yang umum."
Di antara karangan-karangan Rasyid Ridha adalah Tafsir Al-Manar, Syubuhat An-Nashara dan Hujaj Al-Islam,Al-Wahyu Al-Muhammadi, Nida li Aljinsi Al-Lathifdan Yusru Al-Islam wa Ushulu At-Tasyri' Al-Am. Ketika Rasyid Ridha meninggal dunia dia belum sempat menyelesaikan Tafsir Al-Manar.Dia baru sampai menafsirkan fiman Allah dalam surat Yusuf ayat 101 yang artinya, “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian tabir mimpi.(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah saya dalam keadaan Islam dan gabungkanlah saya dengan orang-orang yang shaleh." Tafsirnya tersebut kemudian diteruskan oleh Imam Hasan Al Banna.
Rasyid Ridha meninggal dunia pada tahun 1935 karena mengalami kecelakaan mobil. Kecelakaan tersebut terjadi ketika dia sedang dalam perjalanan pulang dari kota Suez menuju kota Kairo. Jenazahnya kemudian dikubur di Kairo.
Amir Syakib Arselan menulis sebuah buku yang berjudul As Sayyid Rasyid Ridha wa Ikha'i Arba'ina Sannatan.
Syakib Arselan
Nama lengkapnya adalah Syakib Hamud Hasan Yunus Arselan.
Lahir pada tahun 1869 M di desa Syuwaifat,Lebanon.
Syakib Arselan belajar membaca dan menulis kepada Syaikh Mar'i Syahin. Dia juga menghafal sebagian Kitab suci Al-Qur'an. Dia belajar di sekolah Amerika yang ada di desa Syuwaifat. Di sekolah tersebut dia mempelajari Geografi, Matematika dan Bahasa Inggris. Setelah itu dia melanjutkan belajarnya ke sekolah Dar Al-Hikmah di Beirut. Sewaktu Syakib Arselan belajar di sekolah tersebut, dia berkenalan dengan Muhammad Abduh. Setelah dia menamatkan studinya, dia diangkat sebagai lurah desa Syuefat selama dua tahun. Kemudian dia diangkat sebagai wakil pengadilan Syuf selama tiga tahun. Syakib Arselan juga menetap di Mesir beberapa saat.
Dia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk mewakili Khuron di Majelis Utusan Negara Utsmani.
Dia sering mengunjungi beberapa negara Eropa, Arab, Amerika dan Andalusia. Tujuan kunjungan Syakib Arselan ke negara-negara tersebut adalah untuk membela kepentingan-kepentingan Islam dan menuntut dikembalikannya negara-negara yang dijajah kepada rakyat.
Syakib Arselan selalu membela kekhilafahan dan negara Turki Utsmani. Dia adalah merupakan pendukung fanastis negara Turki Utsmani.
Jamaluddin Al-Afghani sangat mengagumi Syakib Arselan. Tentang dirinya, Jamaluddin Al-Afghani berkata, "Saya memberi ucapan selamat kepada negeri Islam yang telah melahirkanmu."
Syaikh Rasyid Ridha menjulukinya dengan Amir Al-Bayan (orang yang pandai menjelaskan dengan kata-kata yang tepat).
Syakib Arselan adalah merupakan Ketua Dewan Pengetahuan Arab yang ada di kota Damaskus.
Dia sangat perhatian terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan negara-negara Arab dan negara-negara Islam. Oleh karena itu, dia menerbitkan sebuah majalah Lunation Arab di kota Jenewa yang berbahasa Perancis.Lunation Arab artinya adalah masyarakat Arab.
Dalam setiap perjalanannya, Syakib Arselan selalu menulis artikal atau riset tentang realita umat Islam. Dia mengajak umat Islam untuk selalu melakukan jihad dan memperingatkan mereka jika sampai meninggalkan jihad.
Syakib Arselan mendirikan sebuah sekolah di Madinah Munawarah.
Di Jerman, dia mendirikan Lembaga Kegiatan Islam.
Syakib Arselan sangat perhatian terhadap Islam. Dia selalu mengecam para penjajah dan musuh-musuh Islam. Musuh-musuh Islam yang diperangi oleh Syakib Arselan adalah Kamal Ataturk dan para pengikut-nya serta orang-orang yang mengajak kepada fanatik kedaerahan yang biadab. Ketika Syakib Arselan tinggal di Mesir, dia selalu mengkritik musuh-musuh Islam dan membeberkan rahasia kejelekan mereka. Syakib Arselan menulis kritikan dan kecaman-kecamannya di majalah Al-Fath.
Bersama para pejuang-pejuang Libia, dia memerangi penjajah Italia.
Dia memimpin pasukan sukarelawan pada Perang Dunia I untuk melawan sekutu.
Di antara bait-bait sya'irnya adalah,
Berapa banyak kehormatan orang-orang Eropa diturunkan dengan cara paksa pada pertempuran Hunain, tetapi mereka tetap tegar. Mereka berangkat dari negeri Eropa seperti belalang, orang-orang Timur tidak berhasil menolak kehadirannya.
Di antara bait-bait sya'ir yang lain adalah,
Kalau kebenaran sudah tidak lagi menjadi panutan manusia, maka kebebasan tidak lagi bermakna bagi mereka.
Ketika Syakib Arselan melihat kondisi masjid Qordoba, dia menangis sambil melantunkan sya'irnya,
Saya membayangkan dzikir-dzikir kepada Allah dikumandangkan di Masjid Qordoba.
Wahai saudara-saudaraku yang tercinta, berapa banyak orang yang berdzikir,shalat dan bertakbir kepada Tuhan.
Berapa banyak ribuan lampu yang dinyalakan di Masjid, berapa banyak tali-tali kayu dinyalakan.
Berapa banyak lidah yang membaca surat Al-Fatihah, dan berapa banyak khatib menyampaikan nasehatnya di atas mimbar.
Berapa banyak orang pandai yang menyampaikan ilmunya kepada umat, berapa banyak ahli nasehat yang nasehatnya di dengar dan diamalkan umat.
Berapa banyak raja-raja yang besr, berapa banyak pemimpin yang bersenang-senang dalam suasana yang memilukan.
Diantara karangan-karangannya adalah Limadza Ta'akhara Al-Muslimun, Ghazawatu Al-Arab fi Faransa wa Syamali Ithaliya wa fi Suwisra, Hadiru Al-Alam Al-Islam, dan beberapa kumpulan-kumpulan sya'irnya serta catatan-catatan hariannya.
Beberapa saat sebelum Syakib Arselan meninggal dunia, dia menulis sebuah pesan dengan tangan yang bergetar, "Saya berwasiat kepada kalian untuk selalu memperjuangkan Palestina."
Syakib Arselan meninggal dunia pada tahun 1946 di Beirut dan jenazah-nya dikuburkan di Syuwaifat.
Posting Komentar untuk "Kisah Rasyid Ridha dan Syakib Arselan"