Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Sayyid Quthb dan Muhammad Farghali

sayyid quthb dan muhammad farghali

Sayyid Quthb

Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Hasan Asy-Syadzili.

Lahir pada tahun 1906 di desa Mousya, propinsi Asyuth, Mesir.

Dia mempunyai dua saudara perempuan yaitu Hamidah dan Aminah serta satu kakak laki-laki yang bernama Muhammad.

Dengan saudara-saudaranya, Sayyid Quthb selalu bertukar pikiran. Hal ini dibuktikan dengan sebuah buku yang ditulis bersama berjudul Al-AthyafAl Arba'ah.

Pada usianya yang belum mencapai sepuluh tahun, dia sudah hafal Al-Qur'an.

Dia adalah lulusan Fakultas Dar Al-Ulum, Universitas Kairo.

Salah seorang gurunya yang bernama Mahdi Allam menulis buku yang berjudul Muhimmatu Asy-Sya'ir fi Al-Hayati. Dalam buku tersebut, dia menulis tentang diri Sayyid Quthb, “Saya merasa bahagia mempunyai murid Sayyid Quthb. Kalau seandainya saya hanya mempunyai seorang murid saja yaitu Sayyid Quthb, hal ini bagiku sudah cukup."

Dia pernah menjabat sebagai penilik pada Departemen Pendidikan dan Pengajaran di Mesir. Akan tetapi setelah itu, dia meninggalkan jabatannya karena ingin berkonsentrasi untuk menulis di koran dan majalah.

Di awal karirnya dalam bidang sastra dia berpendapat, "Sastra adalah merupakan seni yang indah yang tidak ada hubungannya dengan agama, bahkan agama itu bertentangan dengan sastra."

Pada tahun 1939, tulisan pertamanya tentang Islam diterbitkan oleh majalah Al-Muqtathaf yang berjudul At-Taswir Al Fanni fi Al-Qur'an. Setelah itu dia meninggalkan pemikiran yang mengingkari kemukjizatan Al-Qur'an.

Dia mengkritik kebudayaan modern dan mengomentarinya, “Kebudayaan modern adalah kebudayaan materi yang kosong dari moral dan spiritual."

Pada tahun 1949, dia pergi ke Amerika Serikat bersama delegasi kebudayaan Mesir. Di Amerika Serikat ia mempelajari sistem-sistem pendidikan dan menetap di sana selama dua setengah tahun.

Dari Amerika Serikat dia menulis surat kepada temannya yang bernama Taufik Al-Hakim. Dalam suratnya itu, dia mengkritik kebudayaan Amerika yang kosong dari moral dan spiritual. Dia juga mengkritik buku karangan Taufik Al-Hakim yang berjudul Al Malik Audib. Dia berharap tema dari buku tersebut diganti dengan semangat Islam dari semangat Yunani.

Ketika Hasan Al-Banna dibunuh di Mesir, dia masih di Amerika Serikat. Setelah terbunuhnya Hasan Al-Banna negara-negara Barat merasa sangat senang dan semua gereja di sana membunyikan loncengnya. Dari reaksi ini, dia menyadari begitu besar pengaruh dakwah Ikhwanul Muslimin yang pemimpinnya dibunuh. Sekembalinya ke Mesir pada tahun 1951, dia bergabung dengan organisasi tersebut.

Pada tahun 1951, Sayyid Quthb menjadi pimpinan majalah Ikhwanul Muslimin. Di samping itu, dia juga sebagai ketua Departemen Dakwah dalam organisasi. Semasa hidupnya dia tidak menghukumi seseorang dan tidak pernah mengklaim kafir kepada orang lain. Hal ini nampak jelas dari kata-katanya, “Tugas kita yang sebenarnya adalah bukan untuk menghukumi manusia, tugas kita hanya memahamkan orang agar mengetahui hakekat kalimat Laa ilaha Illallah (Tidak ada sesembahan selain Allah). Kebanyakan orang tidak mengetahui tujuan yang sebenarnya dari kalimat Laa ilaha Illallah yaitu menjadikan syari'at Islam sebagai satu-satunya rujukan.

Dia adalah salah seorang penulis ulung, pengamat sastra, ahli sastra, penulis kisah serta penyair. Di bawah ini adalah beberapa cuplikan dari sya'ir-sya'irnya,

Wahai saudara-saudaraku, apakah engkau merasa bebas berada di balik bendungan-bendungan.

Wahai saudaraku,apakah engkau juga merasa bebas berada dalam belenggu-belenggu.

Kalau seandainya engkau berpegang teguh kepada janji Allah,kenapa engkau merasa takut dengan tipu daya manusia.

Wahai saudaraku,apakah engkau merasa bosan dengan perjuangan ini dan meletakkan senjata dari atas punggungmu.

Siapa lagi orang yang akan berbela sungkawa terhadap luka yang menimpa para korban, dan siapa lagi yang bisa mengangkat bendera perjuangan lagi.

Wahai saudaraku, sekarang saya menjadi tulang punggung kekuatan yang bisa menghancurkan bebatuan yang terdapat di pegunungan yang tinggi nan kokoh.

Wahai saudaraku, kalau seandainya kita meninggal dunia, kita akan bertemu dengan para kekasih, maka berbahagialah kita di surga.

Mulai besok saya akan bersungguh-sungguh dalam memukul kepala-kepala ular yang berbisa dengan kampak sampai tewas.

Wahai saudaraku, kalau seandainya air mataku bercucuran dan membasahi kuburku dengan dalam keadaan yang sunyi.

Maka, bakarlah lilin-lilin di atas jasadku, kemudian bawalah menuju kemuliaan yang abadi.

Wahai saudaraku,sekali pun saya tidak akan pernah merasa bosan dengan perjuangan, dan sekali pun pula, saya tidak akan pernah meletakkan senjata.

Kalau seandainya saya meninggal dunia, maka itu adalah gugur sebagai syahid,dan engkau akan mendapatkan kemenangan yang mulia.

Saya akan membalas dendam karena Tuhan dan Agamaku, dan saya juga akan menempuh caraku sendiri dengan penuh keyakinan.

Adakalanya kita mendapatkan kemenangan terhadap manusia dan adakalanya kita kembali kepada Allah untuk tinggal di surga nan abadi.

· Di antara karangan-karangannya adalah Fi Zhilal AI-Qur'an, At-Tashwir Al-Fanni fi Al-Qur'an, Masyahid Al-Qiyamah fi Al-Qur'an, Al-Mustaqbal Li Hadza Ad-Din,Ma'alim fi Ath-Thariq,dan An-Naqd Al-Adabi Ushuluhu wa Manahijuhu.

Di antara ucapan-ucapannya yang terkenal adalah, "Tabiat dari sebuah kebenaran adalah kejelasannya dan selalu muncul ke permukaan. Hal ini tidak membutuhkan penjelasan yang panjang lebar. Manusia akan selalu mencela orang yang memilih kebenaran dan mampu memilih jalan yang benar."

Pada tahun 1954, Sayyid Quthb ditangkap dengan alasan telah merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Mesir Jamal Abdul Naser. Di pengadilan militer yang dipimpin oleh Jamal Salim dan yang direkayasa tersebut, dia dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun. Baru 10 tahun dipenjara, dia dibebaskan karena alasan kesehatan dan adanya campur tangan dari Presiden Irak yang bernama Abdul Salam Arif kepada Jamal Abdul Naser.

Pada tahun 1965, dia dijatuhi hukuman mati karena dituduh berusaha melakukan kudeta. Keputusan tersebut diterima oleh Sayyid Quthb dengan senyum yang lebar. Dia tersenyum dan merasa bahagia karena pertemuannya dengan Allah sudah semakin dekat. Pengadilan terhadapnya dilakukan di Pengadilan Keamanan Pusat yang dipimpin oleh Jenderal Fuad Ad-Dajwi. Hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya berkenaan dengan bukunya Ma'alim fi Ath-Thariq.Buku tersebut,ia tulis pada tahun 1964 sekeluarnya dari penjara.untuk memasuki penjara dan meminta mereka agar meninggalkan tempat tersebut.

Jamal Abdul Naser bersedia membebaskan Sayyid Quthb dengan syarat dia mau menulis sebuah tulisan mendukung Presiden Jamal Abdul Naser. Menanggapi permintaan tersebut, dia berkata, "Jari telunjuk saya yang mengakui keEsaan Allah dalam shalat, menolak untuk menulis sebuah kebenaran yang diridhai oleh seorang penguasa yang zhalim. Jika saya dipenjara dengan alasan yang benar, saya lebih menyukainya. Namun jika sebaliknya, maka saya adalah orang-orang yang setuju kepada kebathilan."

Pada tanggal 8 Agustus 1966, Raja Faesal mengirim telegram kepada Presiden Jamal Abdul Nasser. Telegram tersebut isinya adalah bahwa Raja Faesal meminta Presiden Jamal Abdul Nasser untuk tidak menjatuhkan hukuman mati kepada Sayyid Quthb. Telegram tersebut sampai ke tangan Presiden Jamal Abdul Nasser di sore hari, tetapi dia tetap melakukan hukuman mati terhadap Sayyid Quthb. Pelaksanaan hukuman mati kepada Sayyid Quthb dilakukan di waktu fajar hari berikutnya. Anehnya Presidan Jamal Abul Nasser meminta ajudannya untuk menyerahkan telegram tersebut setelah pelaksanaan hukuman mati. Kemudian Jamal Abdul Nasser mengirimkan telegram permintaan maafkepada Raja Faesal. Jamal Abdul Nasser memberitahu Raja Faesal bahwa telegramnya baru sampai setelah dilaksanakan hukuman mati.

Sebelum pelaksanaan hukuman mati, seorang syaikh yang tunduk kepada pemerintah menyuruhnya agar mengucapkan kalimat La llaaha Illallah.Sayyid Quthb berkata kepadanya, "Saya memang datang ke sini untuk membela kalimat tersebut. Pergilah Anda dan orang-orang yang seperti Anda untuk memakan pecahan dari hidangan kalimat La llaaha Illallah."

Di segala penjuru dunia baik di Barat maupun Timur, orang-orang Islam melakukan shalat ghaib. Dinegara-negara Arab dan lainnya,koran-koran menerbitkan secara khusus berita kematian Sayyid Quthb.

Sayyid Quthb berasal dari sebuah keluarga yang selalu mendapat cobaan dalam berjuang di jalan Allah 3. Sebelumnya,pada tahun 1965 putera kakak perempuannya seorang mahasiswa yang bernama Rifat Bakar Syafi mati sebagai syahid karena tidak tahan dengan siksaan ketika dipenjara. Saudara kandung Rifat yang bernama Azmi juga dipenjara bersama ibunya. Di dalam penjara, ibunya juga mendapat siksaan yang sangat keras, padahal umurnya sudah mencapai 65 tahun. Pihak Pemerintah juga tidak membebaskan ibunya kecuali setelah kematian anaknya. Kedua saudara perempuan Sayyid Quthb juga pernah dipenjara dan mendapatkan siksaan yang sangat keras. Pada tahun 1954 dan 1965, saudara kandungnya yang bernama Muhammad Ami juga dipenjara. Sedangkan adik iparnya yang bernama As Sananiri juga dibunuh di dalam penjara pada tahun 1981.

Setelah terjadinya kekalahan negara-negara Arab dari Israel dalam pertempuran tahun 1967, Ketua Partai Kemerdekaan Maroko yang bernama Alal Al-Farisi berkata, “Allah pasti memberikan kemenangan kepada pasukan yang dipimpin oleh Sayyid Quthb."


Muhammad Farghali

Nama lengkapnya adalah Muhammad Muhammad Farghali.

Lahir pada tahun 1907 di Isma'iliyah.

Dia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin pada awal dakwah yang mereka lakukan.

Di Isma'iliyah dia mendirikan masjid dan gedung khusus untuk para tamu. Di sana, dia juga membangun gedung yang dikhususkan untuk tempat ibu-ibu muslimat.

Di sebuah masjid pada pabrik kapur milik orang-orang Inggris di Isma'iliyah, dia selalu mengajarkan Islam kepada umat. Tidak lama setelah itu Inggris mencium bahaya Muhammad Farghali. Muhammad Farghali selalu memberi pelajaran kepada umat. Pimpinan pabrik berusaha untuk menjauhkannya dari masjid, tetapi ia menolak. Karena ia menolak, pimpinan pabrik melaporkannya ke polisi. Polisi memanggilnya tetapi ia menolak untuk datang. Dia berkata, “Saya ditugaskan di masjid ini oleh Ikhwanul Muslimin bukan oleh orang Inggris."Pimpinan pabrik kapur tersebut kemudian meminta kepada Hasan Al-Banna untuk memindahkan Muhammad Farghali ke masjid yang lain. Mereka bersedia melipat-gandakan gajinya Muhammad Farghali dan dengan syarat-syarat yang lain, tetapi Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna menolaknya.

Muhammad Farghali mempunyai keinginan yang kuat, tidak mempedulikan penampilan luar, mencintai manusia secara keseluruhan, mau berkorban untuk kepentingan mereka khususnya orang-orang yang lemah. Dia juga selalu berada di samping mereka untuk memberikan hak-hak dan menghilangkan kezhaliman dari mereka.

Dia menganggap lemah orang-orang Inggris, Yahudi dan teman-teman bayaran mereka. Dia memberikan julukan kepada mereka dengan istilah budak materi.

Dia berkata, “Sesungguhnya sistem pendidikan di dalam Ikhwanul Muslimin adalah cukup untuk mencetak pribadi muslim yang sebenarnya.Hal ini disebabkan karena sistem pendidikannya bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah serta berdasarkan apa yang telah disepakati oleh orang-orang salaf. Sistem pendidikan ini juga cukup untuk mencetak sebuah generasi mujahid yang beriman,yang dapat melawan kekafiran dengan berbagai cara tanpa rasa takut."

Dalam suatu pertempuran di Palestina, bersama delapan mujahid Ikhwanul Muslimin di waktu fajar, dia pergi menuju ke barisan belakang orang-orang Yahudi. Ia menyusup ke daerah yang telah dikuasai oleh pasukan Yahudi. Muhammad Farghali naik ke atas tempat yang tinggi dan mengumandangkan adzan Shubuh di tempat tersebut. Orang-orang Yahudi mengira Ikhwanul Muslimin menyerbu mereka di malam hari, kemudian orang-orang Yahudi mundur. Di antara pasukan Yahudi yang mundur adalah penjaga-penjaga daerah jajahan. Di pagi hari, para mujahid Ikhwanul Muslimin menyerahkan wilayah yang telah dikuasai oleh pasukan Yahudi tersebut kepada pasukan Mesir tanpa mengangkat senjata dan pertumpahan darah.

Setelah dihapusnya perjanjian damai pada tahun 1938, Muhammad Farghali berperang melawan Inggris di Qanal. Dia berkata, “Cara yang paling tepat untuk melindungi pasukan Mesir adalah dengan ditariknya mereka dari kota Qana."Jenderal Churchi di London mengatakan sebuah kekuatan baru telah muncul di medan pertempuran.

Setelah pemerintah Inggris memberikan ultimatum kepada pasukan Mesir untuk menghentikan perlawanan di Qanal, Muhammad Farghali dengan pakaian Al Azhar dan dengan persenjataannya naik mobil jeep menuju propinsi Qana. Tujuan dari keberangkatannya adalah, untuk mengingatkan Inggris agar mundur dengan segera. Pemerintah Inggris langsung menarik pasukannya karena sebelumnya mereka mendapatkan kerugian yang telak.

Di kalangan orang-orang Yahudi dan Inggris,begitu mereka mendengar nama Muhammad Farghali mereka langsung merasa takut.

Pemerintah Inggris akan memberikan hadiah sebesar 5.000 poundsterling bagi siapa saja yang berhasil mendatangkan Muhammad Farghali dalam keadaan mati atau hidup. Akan tetapi tidak seorang pun yang berani mendatangkannya.

Presiden Jamal Abdul Naser pernah memenjarakannya di penjara Al Harbi. Dia dipenjara sebagaimana halnya para da'i yangtulus dari Ikhwanul Muslimin.

Presiden Jamal Abdul Naser menghukum mati Muhammad Farghali pada tahun 1954.

Pada tanggal 8 Desember 1954, koran Bae Matc terbitan Perancis memberitakan bahwa pada jam 6 pagi tanggal 7 Desember 1954 di sebuah penjara Kairo dikibarkan bendera berwarna hitam. Pengibaran bendera menjelang dilakukannya hukuman mati kepada enam anggota Ikhwanul Muslimin. Setiap orang yang akan dilaksanakan hukuman mati mereka berjalan tanpa alas kaki dengan menggunakan pakaian merah. Pelaksanaan hukuman mati dilakukan kepada enam orang, mereka adalah Mahmud Abdul Latif, YusufThal'ath, Handawi Dawir,Ibrahim Ath Thayyib, Muhammad Farghali dan Abdul Qadir Audah. Sedangkan pada jam delapan pagi, para ulama yang mendapatkan giliran hukuman mati bersyukur karena mendapatkan kehormatan meninggal dunia sebagai syahid. Para ulama tersebut, pergi menuju tempat pelaksanaan hukuman dengan sangat berani. Syaikh Muhammad Farghali dalam langkahnya menuju tiang gantungan dia selalu mengucapkan, "Saya sangat siap untuk mati dan selamat datang pertemuanku dengan Allah."

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Kisah Sayyid Quthb dan Muhammad Farghali"